Thursday, September 15, 2011

NGO Sorot Peta Moratorium Hutan Indonesia

Hari ini Greenpeace bersama Koalisi Organisasi Masyarakat Sipil mencoba menerjemahkan draft moratorium (penghentian sementara) penebangan hutan yang saat ini beredar baik dari versi Kementerian Kehutanan maupun REDD+ task force (Satgas REDD+). 

Draft Moratorium tersebut diuraikan dalam bentuk peta indikatif moratorium dan data olahan yang menunjukkan luasan yang akan dicakup dalam moratorium berdasarkan skenario draft Kementerian Kehutanan, REDD+ task force dan Platform Bersama Penyelamatan Hutan dari Organisasi Masyarakat Sipil.

Hasil olahan data dan peta menunjukkan bahwa draft moratorium versi Kementerian Kehutanan pada dasarnya hanya melindungi hutan primer dan lahan gambut tersisa. Bila merujuk data Kementerian Kehutanan (2006) maka sebenarnya yang menjadi obyek moratorium hanyalah kawasan konservasi dan kawasan lindung yang selama ini sudah dilindungi oleh peraturan perundangan ada dan berlaku saat ini.

Sedangkan dari draft moratorium versi REDD+ task force menunjukkan cakupan moratorium yang sedikit lebih luas di banding draft versi Kementerian Kehutanan. Penerjemahan Platform Bersama Penyelamatan Hutan Indonesia dan Iklim Global dari organisasi masyarakat sipil dalam peta dan angka menunjukan cakupan moratorium hutan yang jauh lebih luas.



Ketiadaan definisi dan ukuran yang jelas dalam draft moratorium berpotensi untuk terjadinya kesimpangsiuran dan kekacauan dalam pelaksanaannya nanti. Di pihak lain, salah satu pemain besar perkebunan sawit melangkah maju dengan mengumumkan kebijakan terbaru mereka untuk berhenti mengkonversi hutan. Hal ini bisa menjadi dukungan dan rujukan karena kebijakan perusahaan tersebut merupakan dukungan atas pelaksanaan moratorium yang jelas dan terukur.

Ukuran 35 ton karbon per hektar menjadi batas yang jelas untuk perlindungan hutan.Orientasi peningkatan produktivitas dan peningkatan nilai tambah produk yang dihasilkan bisa menjadi arah kebijakan pembangunan industri ekstraktif Indonesia, tanpa harus mengorbankan hutan yang masih tersisa serta menghentikan deforestasi.

"Komitmen dan keseriusan Presiden SBY untuk menurunkan emisi sebesar 26%-41% yang utamanya bersumber dari deforestasi sedang diuji, jika Presiden gagal mewujudkan moratorium yang bisa melindungi hutan dan lahan yang bernilai konservasi tinggi, mempunyai nilai simpanan karbon tinggi, mempunyai nilai sosial dan kultural, artinya Presiden tidak serius dengan komitmen penurunan emisi dari deforestasi. Ini artinya juga Presiden tidak berhasil menjamin hak dasar rakyat Indonesia untuk bisa menikmati lingkungan hidup yang baik dan sehat, Kehancuran hutan dan tingginya emisi yang diakibatkannya serta dampak perubahan iklim yang menyertai jelas lebih banyak akan meyengsarakan rakyat Indonesia," ujar Yuyun Indradi, Penasihat Politik Greenpeace Asia Tenggara.



Dalam beberapa bulan terakhir secara terang-terangan kelompok industri terus menerus mengumbar ancaman terhadap komitmen perlindungan hutan Presiden SBY, dengan motif meremehkan komitmen Presiden SBY dan tetap berkeinginan untuk melanjutkan penghancuran hutan Indonesia.

Sementara itu Teguh Surya dari Walhi menyatakan, rekomendasi Menteri Kehutanan agar moratorium hanya mencakup hutan primer adalah merupakan rekomendasi yang tidak efektif dalam upaya perlindungan hutan Indonesia.

Sedangkan Giorgio Budi Indarto dari ICEL menyatakan, “dari kacamata hukum, ada kekhawatiran bahwa aturan moratorium itu tidak terimplementasi dengan baik. Perlu ada restrukturisasi dan perbaikan di bidang hukum, jika tidak maka dikhawatirkan moratorium tidak akan ada artinya.”

“Makin menunjukkan bahwa masalah utama dalam moratorium ini adalah Menteri Kehutanan itu sendiri, karena masih berorientasi pada ekonomi kayu. Terkait Peraturan Presiden, ada tiga langkah yang harus dilakukan. Pertama, di masa ini pemerintah harus menghentikan pengeluaran dan perpanjangan izin. Kedua, harus ada upaya segera penyelamatan hutan-hutan yang paling terancam, dan terakhir adalah penyelesaian masalah-masalah sosial,” Teguh menegaskan.

Bersama Lembaga-Lembaga Swadaya Masyarakat lain, Greenpeace terus menyerukan perlindungan segera terhadap seluruh lahan gambut dan menerapkan moratorium di semua hutan alam baik pada izin baru maupun pada izin yang telah ada.



Link : http://greenpressnetwork.blogspot.com/2011/02/ngo-sorot-peta-moratorium-hutan.html

Letusan Tambora (1815) “Sumber Bencana Yang Tidak Diketahui”



02Gunung Tambora terletak di pulau Sumbawa bagian dari Indonesia yang saat itu masih dikuasai oleh Belanda. Letusan Tambora setidaknya menewaskan 70.000 orang di pulau Sumbawa akibat dari letusan langsung, wabah penyakit dan kelaparan. Letusan Gunung Tambora yang terkenal itu terjadi pertama kali pada tanggal 5 April 1815 yang suara letusannya terdengar hingga Batavia (1.300 km dari pusat erupsi) dan Ternate (1.400 km dari pusat erupsi). Di Batavia saat itu tentara Belanda segera bersiap mengira akan ada serangan dari bala tentara Mataram sedangkan di Ternate armada kapal perang segera disiapkan mengira akan adanya serangan dari para bajak laut.
Letusan terbesar terjadi pada 10 April 1815 termasuk ke dalam index 7 VEI (Volcanic Explosivity Index) yang oleh para volkanologist disebut Sangat Luar Biasa (Colossal). Suara letusannya terdengar cukup jelas hingga Sumatera bagian barat yang secara geografis terletak 2.500 km sebelah barat Tambora. Getaran dan gelombang udara akibat letusan tersebut terasa hingga 800 km di Jawa bagian timur. Debu vulkanik terus berjatuhan secara gradual hinggal tanggal 17 April 1815.

Pemukiman yang terdekat dengan Tambora adalah Bima (65 km timur Tambora) dan Sanggar (40 km di timur pusar erupsi). Seorang Raja dari kerajaan kecil di Sanggar  menggambarkan bahwa letusannya menghasilkan tiga kolom erupsi yang membumbung di angkasa membentuk kanopi. Desa Bima, seluruh rumahnya tertutupi oleh debu vulkanik. Bima dan Sanggar juga tersapu oleh gelombang tsunami yang meratakan pemukiman mereka, penduduk berbondong-bondong melarikan diri menuju ke tempat yang mereka anggap aman, sebagian besar diantaranya tewas akibat terjangan gelombang ini.
Dalam investigasinya, Raffles menemukan mayat-mayat manusia yang mengapung di lautan maupun di terhampar di daratan. Charles Lyell (1797-1875) dalam bukunya Principles of Geology menuliskan bahwa akibat letusan ini populasi penduduk 12.000 di Tambora tersisa hanya 26 individu. Heinrich Zollinger seorang misionaris pada tahun 1855 mengestimasi jumlah korban akibat letusan Tambora adalah sekitar 10.000 manusia.
03Debu volkanik yang dimuntahkan oleh Tambora melingkupi daerah seluas 500.000 km2. Akumulai debu vulkanik di angkasa yang sangat banyak menyebabkan area seluas 300 km2 di sekitar Tambora tertutup sinar matahari selama 3 hari. Ketebalan debu volkanik akibat letusan ini tercatat 100 cm di Sumbawa, 60 cm di Lombok dan 30 cm di Bali. Debu volkanik yang asam juga meracuni persawahan, menutupi saluran irigasi dan mematikan tanaman perkebunan lainnya. Kelaparan merebak di Pulau Sumbawa menjangkiti 38.000 penduduk dan 36.000 lainnya meninggalkan pulau menuju Jawa. Di Lombok 20.000 penduduk meninggal akibat kelaparan dan 100.000 lainnya migrasi menuju Pulau Jawa. Pulau Jawa saat itu sudah padat penduduk sehingga terjadi konflik sosial akibat migrasi tersebut.
Batu apung yang terbentuk akibat letusan sangat melimpah ditemukan di Laut Jawa. Selama hampir 4 tahun, batu apung ini masih bisa ditemui oleh kapal-kapal yang melintas perairan ini.
Erupsi Tambora juga menyebabkan perubahan cuaca di seluruh penjuru dunia. Di India, menyebabkan perubahan pola arah angin sehingga menyebabkan kekurangan hujan di sebagian besar daratan di India dan wabah kekeringan terjadi pada 1816. Kebalikannya, di Bangladesh pola angin yang membawa hujan menyebabkan bencana banjir pada bulan september. Hal yang serupa juga terjadi di China akibat luapan dari sungai Yangtze dan Yellow.
Kekeringan yang terjadi di India menyebabkan wabah penyakit kolera berkembang dengan cepat hingga ke Afganistan dan Nepal. Di Mekah dan Madinah wabah ini dibawa oleh para jemaah haji dari daerah sumber wabah. Pada tahun 1823, wabah kolera telah sampai di laut Kaspia dan sampai di Moskow pada 1830. Tahun berikutnya di Mesir, Kairo kehilangan 12% populasinya akibat wabah ini.
Data cuaca pada abad ke-19 mencatat terdapat perubahan iklim setelah letusan 1815. Pada 1816 tercatat suhu rata-rata di permukaan 10 derajat celcius turun dari normal. Pendinginan global ini terbentuk dari molekul gas sulfur dioksida letusan Tambora di angkasa yang terbawa oleh angin memenuhi atmosfer dunia dan berada di atas awan sehingga tidak tersapu oleh hujan selama beberapa tahun. Tudung gas asam sulfur ini menghalangi sinar matahari yang masuk dan mendinginkan suhu bumi.
Pada tahun 1816-1817 di Eropa pada saat musim panas suhunya tetap dingin dan basah sehingga perkebunan mengalami kegagalan panen. Hasilnya, kelaparan terjadi di Eropa terutama di perkotaan. Di Paris tercatat beberapa orang meninggal karena kelaparan. Hal yang serupa terjadi di Irlandia, yang terjangkiti juga dengan wabah tipus karena kondisi kesehatan yang buruk. Setidaknya 100.000 orang meninggal akibat wabah ini di Eropa.
Tidak ada yang paham penyebab perubahan cuaca, gagal panen, kelaparan selama bertahun-tahun. Banyak orang yang menuduh hal ini terjadi karena turunnya moralitas dengan menurunnya kedatangan orang di rumah ibadah. Beberapa menyalahkan sinar matahari, pendinginan es di Samudera Atlantik tetapi tidak ada yang menyalahkan letusan gunungapi yang terjadi separuh dunia jauhnya dari Eropa yang merupakan penyebab utamanya. 60 tahun kemudian setelah letusan Krakatau terjadi pada 1883, para ahli meneliti dampak letusannya barulah menyimpulkan hal yang serupa yang terjadi pada kurun 1816-1817 akibat letusan Tambora 1815.
Sumber tulisan dan gambar : Volcanoes in Human History (2002)
http://iwantolet.wordpress.com/2009/09/30/letusan-tambora-1815-%E2%80%9Csumber-bencana-yang-tidak-diketahui%E2%80%9D/
Link : 

Monday, September 12, 2011

Seram, Kota Hantu Muncul di New Mexico
Headline
cbc.ca
Oleh: Billy A. Banggawan
Teknologi - Rabu, 7 September 2011 | 11:07 WIB 
 
INILAH.COM, Alburquerque – 
New Mexico menjadi rumah beberapa institusi ilmiah, nuklir dan militer. Kini negara itu berencana ambil bagian membuat kota hantu. Seperti apa?
Proyek sains seukuran kota kecil di Amerika Serikat (AS) ini merupakan bagian rencana perusahaan teknologi yang berbasis Washington yang diumumkan Selasa (6/9). Proyek pembangunan kota hantu terbaru ini merupakan model metropolis 50 kilometer persegi.
Kota hantu ini nantinya digunakan menguji segala hal, mulai dari inovasi energi terbarukan hingga sistem trafik intelijen, jaringan nirkabel generasi baru dan sistem keamanan cyber pintar. Nantinya seperti dikutip Strait Times, tak akan ada orang tinggal di kota hantu ini.
Meski begitu, model replika kota hantu ini dibuat berdasarkan kota AS yang umumnya ditempati 35 ribu orang, lengkap beserta jalan aspal, rumah dan bangunan komersil.
CEO Pegasus Global Holdings Bob Brumley mengatakan, proyek bernama The Center yang bernilai US$200 juta (Rp1,7 miliar) ini menjadi proyek sejenis pertama yang pernah dibuat.

 

Sunday, September 11, 2011

My Adventure (off the road)
Melintasi bekas anak sungai............

Saturday, September 10, 2011

Gua Tengkorak, Kalimantan Timur Photo Gallery by Archiaston Musamma Family at pbase.com

This small cave contain human skull and skeleton. We don't know it's age perhaps hundreds year. Located in Pasir, East Kalimantan, Indonesia

Goa Tengkorak adalah sebuah lubang di tebing pada ketinggian 20 meter. Lubang tsb. memiliki tinggi sekitar 1,5 meter, lebar 2 meter, panjang 3 meter. Di ujung lubang terdpt lorong dgn lubang sempit yg harus dimasuki dgn merayap didalam dijumpai ruangan lain yg cukup luas dgn panjang kira2 10 meter dan tinggi 20 meter. Disana ada ornament gua yg cukup bagus. Lubang diatap gua, merupakan jalur laluan air yg membentuk lubang gua tsb. dan rekahan2nya membentuk stalagtit.

GOA ini berisi 35 tengkorak kepala dan ratusan tulang yg merupakan sisa jazad nenek moyang warga setempat. Untuk masuk kedalam ruangan kedua, tak pelak lagi badan menyenggol jazad2 ini krn sempitnya laluan. Untungnya tak banyak tangan2 jahil yg menganggap ini sebagai cendera mata. Tidak ada penjaga disana. Umur dari jazad tsb kurang diketahui dgn jelas. Beberapa kuburan diluar menggunakan aksara Arab.

Gua Tengkorak, Kalimantan Timur Photo Gallery by Archiaston Musamma Family at pbase.com